TEKNOLOGI GENOMIK
INOVASI UNTUK PERCEPATAN SWASEMBADA SUSU INDONESIA
Oleh.
Deddy F. Kurniawan
Susu merupakan makanan sekaligus minuman yang menentukan status gizi masyarakat di Indonesia secara luas. Suplai kebutuhan susu di Indonesia sebagian besar berasal dari susu sapi. Kebutuhan susu sebagai sumber protein sangat berpengaruh pada (HDI) Human Development Index dimana pada tahun 2021 Indonesia masih berada pada posisi 114 dengan skor 0,0705, sedikit dibawah rata-rata 191 negara di dunia dengan skor rata-rata dunia adalah 0,0732 (1).
Berdasarkan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Indonesia mengalami kenaikan volume impor susu dari tahun 1991-2020. Pada tahun 2013 volume impor tertinggi mencapai 380.558 ton dan terlihat bahwa pemerintah Indonesia melakukan kebijakan impor untuk mencukupi kebutuhan susu sapi. Pada tahun 2017 sudah mulai ada penurunan mencapai 223.855 ton, hal ini berarti pemerintah mampu menekan impor walaupun tidak sepenuhnya. Namun pada tahun 2018-2020, terjadi peningkatan dalam impor susu sapi tersebut (2).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022 produksi susu di Indonesia turun 3.181 ribu liter, menjadi 129.985 ribu liter dibanding tahun 2021 Indonesia berhasil memproduksi sebanyak 133,166 ribu liter susu sapi (3).
Ketidakseimbangan antara produksi susu nasional dan peningkatan volume impor susu ini selain dipengaruhi menurunnya populasi sapi perah di Indonesia juga dipengaruhi oleh rendahnya produktifitas perekor sapi perah Indonesia. Peningkatan populasi dan produktifitas adalah tantangan besar yang membutuhkan perhatian dari berbagai sisi keilmuan dan sudut pandang baik dari sisi teknis budidaya peternakan, kesehatan dan reproduksi sapi maupun sisi ekonomi dan keuntungan bisnis beternak sapi perah. Paling tidak, ada 4 jaminan yang dibutuhkan oleh setiap peternak sapi perah untuk bisa terus berkembang, yaitu : jaminan potensi, jaminan pakan dan nutrisi, jaminan standar manajemen dan jaminan pasar.
Jaminan potensi menjadi sangat mendasar dalam bisnis, jaminan performa bisnis ini ditentukan oleh prediksi potensi. Dalam dunia persapiperahan, jaminan ini ditunjukkan oleh akurasi potensi genetik. Ketika berbicara jaminan pakan dan nutrisi, rumusnya sederhana : performa adalah perkalian antara potensi genetik dan lingkungan. Saat ini, lingkungan yang dimaksud sangat erat hubungannya dengan menajemen beternak. Setelah standarisasi kandang, perlakuan nutrisi dan pakan menjadi kuncinya. Pola manajemen yang sudah terstandarkan dan terlatihkan dimana-mana dengan pola yang jelas juga bisa menjamin perfoma yang baik. Jika semua peternak mendapatkan pelatihan dengan standar yang sudah teruji dan memberi hasil yang baik, maka peluang untuk memiliki peternakan sapi perah yang baik dan menguntungkan akan semakin dekat. Jaminan pasar untuk susu segar di Indonesia bukanlah masalah karena seluruh peternak Indonesia baru mampu memenuhi 20% dari kebutuhan dalam negeri.
Keuntungan dalam beternak sapi perah ditentukan oleh produktifitas, (kemampuan sapi untuk menghasilkan susu) dan reproduktifitas (kemampuan sapi untuk melahirkan pedet). Kedua nya menempati porsi sama pentingnya karena sapi hanya bisa menghasilkan susu hanya ketika melahirkan pedet. Peningkatan produksi susu bisa dilakukan dengan memperbesar populasi atau memperbesar produktifitas perekor sapi dimana keduanya membutuhkan perlakuan manajemen sesuai prosedur. Peningkatan populasi dengan teknologi reproduksi sudah sangat jamak dilakukan baik dengan menggunakan inseminasi buatan maupun embrio transfer. Namun pada akhirnya, baik produktifitas maupun reproduktifitas membutuhkan efisiensi untuk mencapai tingkat keuntungan maksimal.
Efisiensi dalam bisnis peternakan sapi perah dapat dinilai dari beberapa parameter, seperti : CI/Calving Interval, FCR/Feed Convertion Rate, ADM (average Daily Milk)/rata-rata produksi harian, TS (Total Solid), DIM APP (Days In Milk at Peak Production)/DIM pada saat puncak produksi, DIMFB (Days In Milk at First Bred)/DIM pada saat IB pertama, AGE FB (Age at First Bred)/Umur saat IB pertama. Efisiensi ini akan mengarahkan sebuah peternakan sapi perah pada keuntungan karena dengan sumber daya yang dimiliki.
Saat ini, efisiensi tidak hanya bisa dilakukan dalam bidang manajemen individu maupun kelompok, namun juga sudah dilakukan sampai pada unit terkecil dari sebuah individu, yaitu Gen. Beberapa negara maju seperti Amerika Serikat sudah menerapkan penggunaan teknologi genomik ini pada dunia persapiperahan sejak tahun 2009 dan terbukti secara nyata meningkatkan performa dan efisiensi sapi perah secara signifikan (4). Hingga tahun 2023 ini sudah teridentifikasi sebanyak 8 juta data genomic sapi (5).
Analisa Gen pada sapi bisa dilakukan dengan beberapa metode, yaitu PCR (Polymerase Chain Reaction) maupun WGS (Whole Genome Sequencing). metode PCR memperbanyak salinan suatu daerah rantai DNA yang spesifik (6), sedangkan WGS adalah metode komprehensif untuk menganalisis seluruh genom (7). Pemeriksaan PCR adalah prosedur yang juga kerap dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis berbagai penyakit, salah satunya COVID-19.
Salah satu gen pada sapi perah yang dikenal adalah gen β-lactoglobulin yang merupakan gen yang bisa berpengaruh pada kualitas susu. Gen ini adalah komponen utama dari whey yang merupakanbagian dari protein susu. Keberadaan gen inidideteksi dengan mengenali jenis alel, yaitu alel A dan B yang jika dikombinasikan akanmenghasilkan 3 macam, yaitu AA, BB dan AB (8). Frekuensi ketiga macam alel ini akanmenentukan potensi protein dalam susu yang akan dihasilkan oleh induk sapi perah. Tingginya keberadaan gen β-lactoglobulin berhubungan dengan tingginya produksi susu dan whey protein dalam susu.
Penentuan nilai dan harga susu segar didasarkan pada kualitas susu, yaitu komponen nutrisi yang terkandung dalam susu serta keberadaan kontaminasi bakteri. Keberadaan whey protein yang merupakan komponen susu tentu saja akan sangat mempengaruhi kualitas dan harga susu. Sehingga jika sapi memiliki gen β-lactoglobulintinggi secara otomatis akan memiliki potensi produksi sekaligus kualitas yang tinggi.
Genomik memberikan informasi akurat tentang interaksi antara gen dan manajemen. Jika seekor sapi membawa gen tertentu maka dengan perlakuan manajemen yang tepat akan menghasilkan performa sesuai dengan interaksi keduanya. Melakukan seleksi berdasarkan informasi GEN akan mengkombinasikan efisiensi dan akurasi maksimal untuk keuntungan beternak sapi perah. Pemeriksaan potensi individu sapi perah berdasarkan teknologi genomik akan memberikan jaminan akurasi dalam efisiensi beternak sapi perah dan secara otomatis akan membantu pencapaian swasembada susu di Indonesia.
Referensi :
- https://hdr.undp.org/data-center/human-development-index#/indicies/HDI
- https://www.researchgate.net/figure/Gambar-1-Volume-Impor-Susu-Sapi-di-Indonesia-Tahun-1991-2020-Sumber-Pusat-Data-dan_fig1_371487400
- https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/Mzc2IzI=/produksi-susu-perusahaan-sapi-perah.html
- https://uscdcb.com/impact/
- https://uscdcb.com/milestones/
- https://genecraftlabs.com/prinsip-kerja-pcr-serta-penjelasannya/
- https://www.illumina.com/techniques/sequencing/dna-sequencing/whole-genome-sequencing.html
- https://vgl.ucdavis.edu/test/beta-lactoglobulin
Recommended Posts
ASIAN ANIMAL HEALTH AWARD 2024
Maret 15, 2024